Standar Publik vs Standar Privat

Dalam kelembagaan yang melibatkan banyak orang, entah itu negara, provinsi, hingga institusi sekolah, mau tidak mau Anda melakukan penyeragaman, generalisasi, dalam aturan lembaga Anda. Semakin spesifik dan bervariasi Anda harus menangani anggota institusi Anda, maka akan semakin butuh lebih banyak SDM yang ahli, lebih banyak dana yang dikeluarkan.

Mari ambil contoh dunia pendidikan. Saya memahami sih jika Anda memprotes pemerintah yang memberlakukan UN sebagai standar kelulusan, sehingga dampaknya adalah seseorang disebut cerdas atau tidak hanya melihat 1 dimensi saja. Mungkin banyak dari Anda yang tidak mau anak anak Anda menjadi robot robot selanjutnya akibat belajar melalui kurikulum nasional, sehingga Anda memutuskan mengambil jalan lain untuk pendidikan anak Anda. Ada yang memilih homeschooling (dengan aneka macam metoda, ada montessori, waldorf, unschooling, dll), ada yang memilih sekolah inklusi (barangkali anak Anda berkebutuhan khusus), ada yang memasukkan ke sekolah informal yang kurikulumnya disesuaikan dengan visi misi keluarga Anda. Coba amati saja, pada pendidikan pendidikan khusus itu, konsekuensinya adalah biaya yang membengkak, kompetensi pengajar/fasilitator yang harus jauh lebih keren, atau keduanya. Bayangkan jika seluruh kebutuhan Anda difasilitasi oleh pemerintah melalui regulasi nasional. Tentu saja regulasi pendidikan kita harus semakin maju dan memfasilitasi segala perbedaan ini supaya generasi kita dapat mengoptimalkan kecerdasannya masing masing. Menurut saya, dunia pendidikan tidak berhubungan langsung dengan hidup dan mati, jadi segala macam perubahan ke arah yang lebih baik bisa dijalankan paralel dengan ‘business as usual’. Misalnya saja kurikulum 2013. Ternyata tidak semua sekolah SDMnya siap menjalankan kurikulum ini, maka seperti yang kita ketahui, ada kebijakan transisi, yaitu sekolah sekolah diperkenankan kembali ke kurikulum sebelumnya, jika belum siap. Sementara itu, yang sudah siap dipersilakan melanjutkan. Walaupun demikian, Anda harus berhati hati dalam mempromosikan standar pribadi Anda dalam menjalankan pendidikan keluarga. Misalnya saja Anda mau mempromosikan homeschooling, dan output anak anak Anda memang keren keren. Nyatanya tidak semua orang tua lain punya persistensi dan modal seperti Anda dalam hal disiplin sehari hari, semangat belajar terus menerus, dll. Jika asal adopsi, bisa bisa anak anak lain yang mengadopsi homeschooling tanpa kesiapan yang cukup malah kalah jauh ketimbang anak anak sekolah umum.

user-group-lock-512

Dunia kesehatan kurang lebih sama, namun lebih darurat ketimbang dunia pendidikan. Bagi Anda Ibu ibu berpendidikan yang rajin baca web parenting ataupun malah rajin baca sumber penelitian dari institusi penelitian langsung, Ada mungkin bisa ‘customized’ manajemen gizi dalam keluarga Anda. Keputusan keputusan Anda malah mungkin anti mainstream dan berbeda dengan anjuran anjuran pemerintah. Anda bisa jadi menerapkan diet full raw food, atau ayurveda, atau ketofastosis, yang teorinya bisa jadi jauh berbeda dengan panduan Depkes. Mungkin ada pula yang mencak mencak begitu mengetahui ada dokter anak yang memberi saran anak untuk makan makanan instan fortifikasi, apalagi ada yang mengklaim makanan instan lebih terjamin kecukupan gizinya dan lebih higienis. Bagi Anda yang selama ini meluangkan waktu dan tenaga untuk mempromosikan makanan rumahan, mungkin anjuran tersebut terdengar ‘menggemaskan’, atau bahkan menyangka itu pasti ‘pesanan’ industri supaya produknya laku.  Anda juga menyangka bahwa air mineral tertentu dan air PAM adalah upaya perusakan generasi, karena ada penambahan klorin di dalamnya, atau florida, padahal klorin adalah zat ‘sintetis’ atau kimia yang berbahaya, yang biasanya ditemukan di produk pembersih dan pemutih. Anda begitu merasa ditipu dan diakal akalin pemerintah.

Mari berandai andai bermain tukar peran. Anda jadi presiden, atau Menteri Kesehatan, yang punya standar pribadi yang berbeda dengan kebanyakan orang, dan Anda begitu meyakini dan sudah membuktikan keberhasilan standar pribadi Anda. Lalu Anda menghadapi isu angka gizi yang rendah,angka diare yang menimbulkan kematian karena kurangnya pasokan air bersih, kematian Ibu dan Bayi yang tinggi, wabah penyakit dll. Bayangin kalau Anda punya standar pribadi tidak memvaksin anak anak Anda (betapapun saya mengerti ada kebenaran dalam alasan Anda) dan pro homemade natural food lalu Anda menjadikannya regulasi nasional, misalnya dengan cara melarang penjualan luas susu atau makanan bayi fortifikasi, yang saya bayangkan adalah tugas Anda sangat berat pake banget, untuk mendidik masyarakat dalam waktu singkat (karena masalahnya sudah ada di depan mata) melalui kader kader posyandu puskesmas hingga tingkat RT mengenai bagaimana menyiapkan makanan rumahan dengan higienis namun bisa mengatasi angka kurang gizi yang mengancam. Kalau sudah menghadapi kondisi darurat begini, makanan fortifikasi benar benar menjadi penyelamat.

How on earth will you deal with that, in a shortest term as possible?  Akankah Anda mengatasinya dengan standar privat Anda? Hilangkan vaksin, larang penjualan makanan fortifikasi, olah air baku tanpa menggunakan klorin (dan zat kimia lainnya)? Apa Anda yakin Anda bisa melakukannya paralel dengan terciptanya sanitasi yang baik di seluruh penjuru pojok Indonesia, terciptanya budaya bersih hingga lapisan masyarakat terbawah, dan yakin bisa cepat mengedukasi masyarakat bagaimana cara menyiapkan makanan bergizi, higienis, dan memenuhi nutrisi menurut standar Anda? Tanpa semua itu sangat mungkin Anda malah membuat keadaan (publik) jauh memburuk, walaupun di keluarga kecil Anda justru kondisi yang tercipta bagus banget.

Ngacapruk begini sebenernya cuma mau bilang, pemerintah itu memang tidak selalu benar. Butuh masukan terus menerus. Tapi mbok ya pengertian, nggak gampang lho ngurusin orang banyak 😀 apalagi sebanyak rakyat Indonesia. Jangan doong dikit dikit nuduh mereka ngerusak, tukang tipu, dll. Kasihan lah Pak, Bu. Mereka bikin regulasi juga maksudnya baik.

 

Leave a comment